Orang yang Bangkrut di Hari Kiamat : Banyak Amal, Namun Masuk Neraka Karena Dosanya

www.gurukitaa.my.id - Pada hari kiamat nanti, semua manusia akan diadili berdasarkan amal perbuatannya. Bagi seorang Muslim, tentu yang diharapkan adalah mendapatkan ridha Allah SWT dan ditempatkan di surga sebagai balasan atas amal saleh yang ia lakukan. Namun, ada juga peringatan bagi orang yang membawa banyak amal kebaikan namun akhirnya justru bangkrut karena dosa-dosanya. Ini adalah keadaan yang amat menyedihkan, di mana amal yang banyak ternyata tidak bisa menyelamatkan seseorang dari hukuman neraka akibat dosa-dosanya terhadap orang lain.

Siapa yang Disebut "Orang Bangkrut" Menurut Rasulullah SAW?

Rasulullah SAW pernah mengingatkan kita tentang "orang yang bangkrut" dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra., Rasulullah SAW bersabda:

عن أبي هريرة رضي الله عنه مرفوعاً: «أتدرون من المفلس؟» قالوا: المُفْلِس فينا من لا دِرهَمَ له ولا مَتَاع، فقال: «إن المفلس من أمتي من يأتي يوم القيامة بصلاة وصيام وزكاة، ويأتي وقد شَتَمَ هذا، وقذف هذا، وأكل مال هذا، وسَفَكَ دم هذا، وضرب هذا، فيعطى هذا من حسناته، وهذا من حسناته، فإن فنيت حسناته قبل أن يُقْضَى ما عليه، أخذ من خطاياهم فَطُرِحتْ عليه، ثم طُرِحَ في النار».  [صحيح] - [رواه مسلم]

Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- secara marfū', (Nabi bersabda), “Apakah kalian tahu siapa orang yang bangkrut itu?” Para sahabat menjawab, “Orang yang bangkrut di tengah kami adalah orang yang tidak punya dirham dan harta benda.” Lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang datang pada hari kiamat dengan (pahala) salat, puasa dan zakat. Namun ia datang telah mencela si ini, menuduh si ini, memakan harta si ini, menumpahkan darah si ini dan memukul si ini. Maka orang yang ini diberi dari kebaikannya, dan orang ini juga diberi dari kebaikannya. Hingga jika semua kebaikannya habis padahal semua dosanya belum habis, diambillah kesalahan-kesalahan (orang yang dizaliminya), lalu ditimpakan kepadanya, kemudian ia pun dilemparkan ke dalam neraka.”  [Hadis sahih] - [Diriwayatkan oleh Muslim]

di dalam Hadits ini Rasulullah ﷺ memberikan pelajaran penting kepada para sahabat mengenai arti sebenarnya dari kebangkrutan. Kebangkrutan yang dimaksud bukanlah kebangkrutan materi, tetapi kebangkrutan spiritual yang berujung pada nasib yang buruk di akhirat. Orang yang bangkrut di sisi Allah adalah seseorang yang membawa amal kebaikan—seperti shalat, puasa, dan zakat—tetapi amal-amalnya terhapus karena dosa-dosanya kepada sesama manusia.

Ketika di dunia, ia mungkin merasa bahwa ibadah yang dilakukannya sudah cukup untuk menyelamatkannya di akhirat. Namun, tanpa disadari, ia telah mencela, memfitnah, mengambil hak orang lain, menumpahkan darah, dan menyakiti orang-orang di sekitarnya. Perbuatan-perbuatan ini adalah bentuk kedzaliman yang tidak bisa dihapuskan hanya dengan ibadah pribadi, karena melibatkan hak-hak sesama manusia yang harus dipertanggungjawabkan.

Allah berfirman dalam Q.S. Al-Muddatstsir Ayat 38 :

كُلُّ نَفْسٍۭ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ

Artinya: Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya,

Ayat ini menegaskan bahwa setiap individu akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap perbuatannya. Tidak ada satu pun amal yang terlewatkan dari catatan-Nya.

Mengapa Amal Kebaikan Bisa Hancur Karena Dosa?

Allah SWT menekankan bahwa setiap amal baik akan mendapatkan balasan yang setimpal. Namun, dosa-dosa besar yang merugikan orang lain dapat menjadi penghalang antara seseorang dan surga-Nya. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran:

يَوْمَىِٕذٍ يَّصْدُرُ النَّاسُ اَشْتَاتًا ەۙ لِّيُرَوْا اَعْمَالَهُمْۗ

Artinya : Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan berkelompok-kelompok, untuk diperlihatkan kepada mereka (balasan) semua perbuatannya.(QS. Al-Zalzalah: 6)

Pada hari kiamat nanti, amal kebaikan yang telah kita kumpulkan bisa saja "diambil" oleh orang-orang yang pernah kita zalimi di dunia. Ini berarti bahwa amal shalat, puasa, atau zakat yang telah susah payah kita kumpulkan berpotensi menjadi sia-sia dan berpindah kepada orang yang telah kita sakiti. Jika amalnya habis, ia akan menerima dosa orang lain, sehingga justru berakhir di neraka.

Menjaga Hak Sesama Manusia adalah Bagian dari Iman

Islam sangat menekankan pentingnya menjaga hak-hak sesama manusia sebagai bagian dari keimanan. Rasulullah SAW bersabda dalam hadits lainnya:

عن أبي هريرة رضي الله عنه مرفوعاً: «مَنْ كَانَتْ عِندَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ، مِنْ عِرْضِهِ أو مِنْ شَيْءٍ، فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ اليومَ قَبْلَ أَن لا يَكُونَ دِينَارٌ ولا دِرْهَمٌ؛ إِنْ كَانَ له عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ، وَإِن لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أَخَذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ».  [صحيح] - [رواه البخاري]

Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- secara marfū', "Siapa saja yang pernah melakukan suatu kezaliman terhadap saudaranya, baik itu harga diri ataupun ‎perkara lain, maka hendaklah ia meminta untuk dihalalkan pada saat ini sebelum datang hari dimana dinar dan ‎dirham sudah tidak berlaku. Jika dia ‎memiliki amal saleh maka akan diambil dari pahala amalan salehnya sebanyak kezalimannya, dan ‎jika ia tidak memiliki kebaikan, maka akan diambil dosa orang yang dizaliminya kemudian dibebankan kepadanya."  [Hadis sahih] - [Diriwayatkan oleh Bukhari])

Hadits ini mempertegas bahwa kita harus segera memperbaiki hubungan dengan orang-orang yang pernah kita sakiti atau zalimi. Meminta maaf dan memberi maaf di dunia ini adalah tindakan yang disukai Allah SWT. Jika tidak, maka pada hari kiamat, kita bisa saja kehilangan kebaikan-kebaikan yang kita miliki karena dosa terhadap orang lain.

Bagaimana Kita Dapat Menghindari Kebangkrutan di Akhirat?

1. Berhati-hati dalam Berinteraksi dengan Orang Lain

Menjaga ucapan dan perbuatan agar tidak menyakiti atau merugikan orang lain adalah hal yang utama dalam Islam. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran:

وَقُلْ لِّعِبَادِيْ يَقُوْلُوا الَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ الشَّيْطٰنَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْۗ اِنَّ الشَّيْطٰنَ كَانَ لِلْاِنْسَانِ عَدُوًّا مُّبِيْنًا

Artinya : Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sungguh, setan itu (selalu) menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sungguh, setan adalah musuh yang nyata bagi manusia. (QS. Al-Isra’: 53)

Rasulullah ﷺ juga memberikan panduan agar kita mengutamakan perkataan baik atau memilih untuk diam jika tidak mampu berkata baik. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, Rasulullah ﷺ bersabda:

عن أبي هريرة رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ».  [صحيح] - [متفق عليه] - [صحيح مسلم: 47]

Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Rasulullah ﷺ bahwa beliau bersabda,

"Siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia ‎berkata yang baik atau diam; siapa yang beriman kepada Allah ‎dan hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya; dan ‎siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia ‎memuliakan tamunya."  [Sahih] - [Muttafaq 'alaihi] - [Sahih Muslim - 47]

Hadis ini mengajarkan kita untuk berhati-hati dalam berbicara dan menganjurkan sikap saling memuliakan. Kebaikan dalam berkata dan menjaga hubungan dengan orang sekitar adalah cerminan dari keimanan yang kokoh.

Keislaman seseorang tercermin dari bagaimana ia menjaga hubungan dengan sesamanya, baik melalui ucapan maupun perbuatannya. Abdullah bin 'Amr -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, Nabi ﷺ bersabda:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ، وَالمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ».[صحيح] - [متفق عليه] - [صحيح البخاري: 10]

Abdullah bin 'Amr -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, Nabi ﷺ bersabda,

"Seorang muslim adalah orang yang tidak menyakiti kaum muslimin lainnya, entah dengan lisan ataupun tangannya. Orang yang berhijrah itu adalah yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah."  [Sahih] - [Muttafaq 'alaihi] - [Sahih Bukhari - 10]

2. Meminta Maaf dan Memperbaiki Kesalahan

Dalam Islam, meminta maaf dan memperbaiki kesalahan adalah langkah penting yang menunjukkan ketulusan dan kerendahan hati seorang hamba. Rasulullah ﷺ mengajarkan agar kita segera memperbaiki kesalahan dan meminta maaf kepada orang yang telah kita sakiti selama masih ada kesempatan di dunia ini. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad ﷺ :

كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ.

“Setiap anak Adam adalah bersalah dan sebaik-baiknya orang yang melakukan kesalahan adalah mereka yang mau bertaubat.” (HR. At-Tirmidzi (no. 2499), Ibnu Majah (no. 4251), Ahmad (III/198), al-Hakim (IV/244), dari Anas z, dan dihasankan oleh al-Albani dalam kitab Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 4391).

3. Menyambung Silaturahmi dan Menjaga Akhlak

Selain menjaga hubungan dengan orang lain, mempererat tali silaturahmi merupakan tindakan yang dicintai Allah SWT dan dapat memperpanjang umur serta membuka pintu rezeki.

4. Menghindari Ghibah dan Tuduhan Tanpa Bukti

Salah satu dosa yang sering diremehkan adalah ghibah atau membicarakan keburukan orang lain. Allah SWT berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.(QS. Al-Hujurat: 12)

5. Memperbanyak Amal dengan Ikhlas

Ikhlas dalam beramal adalah fondasi utama bagi diterimanya amal ibadah seseorang di sisi Allah ﷻ. Ketulusan hati dalam menjalankan perintah-perintah-Nya serta menghindari riya' (pamer) adalah ciri utama dari amal yang diberkahi dan diterima. Allah ﷻ berfirman dalam surah Al-Bayyinah ayat 5:

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ

Artinya : Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar). (QS. Al-Bayyinah: 5)

Ayat ini mengingatkan kita bahwa segala amal ibadah yang kita lakukan harus dilandasi dengan keikhlasan kepada Allah, tanpa mengharapkan pujian atau imbalan dari manusia. Amal yang ikhlas akan menjadi tabungan akhirat yang abadi, sedangkan amal yang disertai riya hanya menghasilkan pujian sementara yang tidak bernilai di hadapan Allah.

Kesimpulan

Orang yang bangkrut pada hari kiamat adalah mereka yang datang dengan membawa amal shalat, puasa, dan zakat, tetapi tetap masuk neraka karena dosa-dosa terhadap sesama manusia. Menghormati dan menjaga hak orang lain adalah hal penting dalam Islam. Jika seseorang tidak berhati-hati dalam hubungan sosialnya, ia berisiko kehilangan semua amal baiknya di akhirat. Marilah kita menjaga akhlak, memohon ampun kepada Allah SWT, dan berusaha memperbaiki kesalahan kita terhadap orang lain agar terhindar dari kebangkrutan di hari kiamat.

Semoga Allah SWT memberikan kita kekuatan untuk menjaga amalan baik kita, menjauhkan kita dari segala bentuk kezaliman, dan memberikan tempat terbaik di akhirat nanti. Aamiin.

Posting Komentar

0 Komentar