Kewajiban Suami di Dalam Islam

www.gurukitaa.my.id - Dalam Islam, pernikahan bukan hanya sekadar pertemuan antara dua individu, tetapi merupakan ikatan suci yang sangat penting dalam kehidupan seorang Muslim. Pernikahan adalah ibadah yang tidak hanya mendekatkan manusia kepada Tuhannya, tetapi juga membentuk ikatan sosial yang kokoh dan harmonis. Melalui pernikahan, dua jiwa dipersatukan untuk saling melengkapi dan bersama-sama mencapai keridhaan Allah SWT.

Pernikahan dalam Islam memiliki tujuan mulia, yaitu untuk membangun rumah tangga yang penuh dengan ketenangan (sakinah), cinta (mawaddah), dan kasih sayang (rahmah). Untuk mencapai tujuan tersebut, baik suami maupun istri memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Tanggung jawab ini mencakup aspek spiritual, emosional, dan fisik yang harus dipenuhi oleh keduanya.

Salah satu pilar utama dalam pernikahan adalah peran suami sebagai pemimpin dan pelindung bagi keluarganya. Seorang suami memiliki tanggung jawab besar dalam membimbing istri dan anak-anaknya, serta memastikan kebutuhan mereka terpenuhi. Tanggung jawab ini tidak hanya mencakup aspek material, seperti nafkah dan tempat tinggal, tetapi juga aspek spiritual, seperti membimbing dalam kebaikan dan mencegah dari keburukan.

Pentingnya peran suami dalam rumah tangga tercermin dalam berbagai ayat Al-Qur'an dan hadis Nabi Muhammad ﷺ. Suami diibaratkan sebagai "qawwam," yaitu pemimpin dan penopang bagi keluarganya, yang harus menjalankan tugasnya dengan adil, penuh kasih sayang, dan tanggung jawab. Dalam hal ini, suami diharapkan dapat menjadi teladan yang baik bagi istri dan anak-anaknya, serta menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan spiritual dan moral.

ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ ۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ ۚ وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهْجُرُوهُنَّ فِى ٱلْمَضَاجِعِ وَٱضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا۟ عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

Artinya: "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar." (QS. An-Nisa' ayat 34)

Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih lanjut tentang kewajiban-kewajiban suami dalam Islam, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah ﷺ. Penjelasan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana seorang suami dapat menjalankan perannya dengan baik, sehingga dapat menciptakan rumah tangga yang harmonis dan diridhai oleh Allah SWT.

 1. Kewajiban Memberi Nafkah

Al-Qur’an menjelaskan pentingnya memberi nafkah dalam surat An-Nisa’ ayat 34:

ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ ۚ 

Artinya: "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.

Dalam ayat ini, Allah SWT menegaskan bahwa suami memiliki tanggung jawab untuk memberikan nafkah kepada istri dan keluarganya. Ini mencakup kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal yang layak. Seorang suami harus bekerja keras untuk memastikan bahwa keluarganya terpenuhi secara materi dan emosional.

 2. Memperlakukan Istri dengan Baik

Dalam Islam, perlakuan terhadap istri merupakan salah satu aspek penting dalam membangun rumah tangga yang harmonis. Rasulullah ﷺ memberikan teladan terbaik dalam hal ini, menunjukkan sikap lembut, penuh kasih sayang, dan perhatian kepada istri-istrinya. Salah satu hadis yang menegaskan pentingnya sikap baik terhadap istri.

Rasulullah ﷺ bersabda:

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:«أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا، وَخَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِنِسَائِهِمْ». [حسن] - [رواه أبو داود والترمذي وأحمد] - [سنن الترمذي: 1162]

Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan: Rasulullah ﷺ bersabda,

"Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling baik akhlaknya, sedangkan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada perempuan yang menjadi tanggungannya."  (Hadis hasan - Diriwayatkan oleh Tirmiżi)

Sikap lembut adalah cerminan dari akhlak mulia dan merupakan salah satu bentuk kasih sayang yang dianjurkan dalam Islam. Beberapa contoh sikap lembut yang dapat diterapkan suami dalam memperlakukan istri antara lain:

  1. Menghargai dan Mendengarkan: Menunjukkan penghargaan terhadap pendapat dan perasaan istri. Mendengarkan dengan penuh perhatian ketika istri berbicara, dan memberikan dukungan serta pertimbangan terhadap keputusannya.
  2. Memberikan Perhatian dan Kasih Sayang: Mengungkapkan rasa sayang secara verbal dan non-verbal, seperti memberikan pujian, memeluk, atau sekadar berbicara dengan lembut. Ini menciptakan suasana yang nyaman dan penuh kasih dalam rumah tangga.
  3. Sabar dan Mengalah: Bersikap sabar dalam menghadapi berbagai situasi, terutama ketika menghadapi perbedaan pendapat atau konflik. Mengalah dengan penuh pengertian dan mencari solusi yang saling menguntungkan.
  4. Menjaga Kebersihan dan Kerapian: Berpartisipasi dalam tugas-tugas rumah tangga dan menjaga kebersihan bersama. Ini menunjukkan rasa tanggung jawab dan kerja sama dalam membangun rumah tangga yang bersih dan teratur.
  5. Memberi Hadiah dan Menghargai Usaha: Memberikan hadiah kecil sebagai bentuk penghargaan atas usaha dan kontribusi istri dalam keluarga. Ini bisa berupa sesuatu yang sederhana namun penuh makna, seperti membelikan sesuatu yang disukai atau merayakan pencapaian tertentu.
  6. Berbicara dengan Lembut dan Sopan: Menggunakan bahasa yang sopan dan lembut dalam berkomunikasi, menghindari kata-kata kasar atau nada suara yang tinggi. Ini mencerminkan rasa hormat dan cinta yang mendalam terhadap istri.
  7. Mengajarkan dan Membimbing dengan Baik: Menjadi pendidik dan pembimbing yang penuh kasih, memberikan arahan dan bimbingan dengan cara yang lembut dan tidak menyinggung. Ini membantu istri dalam pertumbuhan pribadi dan spiritualnya.
  8. Mendukung dan Menyemangati: Memberikan dukungan moral dan semangat dalam setiap langkah yang diambil oleh istri, baik dalam karier, pendidikan, maupun aktivitas lainnya. Ini menunjukkan rasa percaya dan dukungan yang mendalam.

Rasulullah ﷺ adalah contoh sempurna dalam menerapkan sikap lembut dan penuh kasih terhadap istri. Beliau tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari. Seorang suami yang mengikuti teladan Rasulullah ﷺ akan mampu menciptakan rumah tangga yang harmonis, penuh cinta, dan diridhai oleh Allah SWT.

 3. Menjadi Pemimpin yang Adil

Dalam Islam, suami memiliki peran sebagai pemimpin dalam rumah tangga. Namun, kepemimpinan ini tidak sekadar memegang kendali, melainkan harus dijalankan dengan adil, bijaksana, dan penuh tanggung jawab. Suami harus memastikan bahwa kepemimpinannya tidak digunakan untuk menindas atau merendahkan istri, tetapi justru sebagai bentuk perlindungan dan dukungan dalam setiap aspek kehidupan.

Rasulullah ﷺ menegaskan pentingnya keseimbangan hak dan kewajiban dalam hubungan suami-istri melalui sabdanya:

Hadits Tirmidzi Nomor 3012

حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلَّالُ حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ الْجُعْفِيُّ عَنْ زَائِدَةَ عَنْ شَبِيبِ بْنِ غَرْقَدَةَ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْأَحْوَصِ حَدَّثَنَا أَبِي أَنَّهُ شَهِدَ حَجَّةَ الْوَدَاعِ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَذَكَّرَ وَوَعَظَ ثُمَّ قَالَ أَيُّ يَوْمٍ أَحْرَمُ أَيُّ يَوْمٍ أَحْرَمُ أَيُّ يَوْمٍ أَحْرَمُ قَالَ فَقَالَ النَّاسُ يَوْمُ الْحَجِّ الْأَكْبَرِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا أَلَا لَا يَجْنِي جَانٍ إِلَّا عَلَى نَفْسِهِ وَلَا يَجْنِي وَالِدٌ عَلَى وَلَدِهِ وَلَا وَلَدٌ عَلَى وَالِدِهِ أَلَا إِنَّ الْمُسْلِمَ أَخُو الْمُسْلِمِ فَلَيْسَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ إِلَّا مَا أَحَلَّ مِنْ نَفْسِهِ أَلَا وَإِنَّ كُلَّ رِبًا فِي الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ لَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ غَيْرَ رِبَا الْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَإِنَّهُ مَوْضُوعٌ كُلُّهُ أَلَا وَإِنَّ كُلَّ دَمٍ كَانَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ وَأَوَّلُ دَمٍ وُضِعَ مِنْ دِمَاءِ الْجَاهِلِيَّةِ دَمُ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ كَانَ مُسْتَرْضَعًا فِي بَنِي لَيْثٍ فَقَتَلَتْهُ هُذَيْلٌ أَلَا وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّمَا هُنَّ عَوَانٍ عِنْدَكُمْ لَيْسَ تَمْلِكُونَ مِنْهُنَّ شَيْئًا غَيْرَ ذَلِكَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ فَإِنْ فَعَلْنَ فَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا أَلَا إِنَّ لَكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ حَقًّا وَلِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ حَقًّا فَأَمَّا حَقُّكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ فَلَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ مَنْ تَكْرَهُونَ وَلَا يَأْذَنَّ فِي بُيُوتِكُمْ لِمَنْ تَكْرَهُونَ أَلَا وَإِنَّ حَقَّهُنَّ عَلَيْكُمْ أَنْ تُحْسِنُوا إِلَيْهِنَّ فِي كِسْوَتِهِنَّ وَطَعَامِهِنَّ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَقَدْ رَوَاهُ أَبُو الْأَحْوَصِ عَنْ شَبِيبِ بْنِ غَرْقَدَةَ

Telah menceritakan kepada kami [Al Hasan bin Ali Al Khallal] telah menceritakan kepada kami [Husain bin Ali Al Ju'fi] dari [Za`idah] dari [Syabib bin Gharqadah] dari [Sulaiman bin Amru bin Al Ahwash] telah menceritakan kepada kami [bapakku] bahwa ia mengikuti haji Wada' bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam, beliau membaca hamdalah dan memuji Allah, memberi peringatan dan nasihat, lalu bersabda "Hari apakah yang paling haram, hari apakah yang paling haram, hari apakah yang paling haram?" orang-orang menjawab: Hari haji akbar wahai Rasulullah. Beliau bersabda: "Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian haram (wajib dijaga kehormatannya) atas kalian seperti haramnya hari kalian ini, di negeri kalian ini dan pada bulan ini. Ketahuilah bahwa tidaklah seseorang melakukan kejahatan melainkan akan ditanggung dirinya sendiri, begitu juga tidaklah orang tua berbuat jahat lantas dosanya ditanggung anaknya, ataupun anak berbuat jahat lantas orang tua menanggung dosanya. Ketahuilah bahwa muslim itu saudara bagi muslim lainnya, tidak halal bagi seorang muslim apa yang dimiliki saudaranya kecuali yang dihalalkan baginya. Ketahuilah bahwa segala bentuk riba pada zaman jahiliyyah harus ditinggalkan dan bagi kalian adalah harta pokok yang kalian miliki, kalian tidak menzalimi ataupun didzalimi, juga riba Abbas bin Abdul muthalib, semuanya harus ditinggalkan. Ketahuilah bahwa setiap darah pada masa jahiliyyah harus ditinggalkan dan tuntutan darah pertama-tama yang harus ditinggalkan adalah darah Al Harits bin Abdul Muthalib, yang ia pernah disusui (wanita) dari bani Laits lalu Hudzail membunuhnya. Ketahuilah, hendaklah kalian pergauli mereka (istri) dengan kebaikan, karena mereka adalah diperintahkan tunduk untuk kalian, kalian tidak memiliki kekuasaan apa pun dari mereka selain karena ketundukan yang diwajibkan atas mereka, kecuali jika mereka melakukan hal yang keji (dosa) jika mereka melakukan hal itu maka pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka, dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas. jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya, sesungguhnya kalian memiliki hak atas istri kalian, dan isteri kalian juga mempunyai hak atas kalian, adapun hak kalian atas istri kalian adalah terlarang bagi mereka menghamparkan kasur (menyilahkan masuk ke dalam rumah) untuk orang-orang yang kalian benci, juga tidak mengijinkan siapa saja yang kalian benci untuk memasuki rumah kalian, adapun hak mereka atasmu adalah memberi pakaian dan makanan yang baik." Abu Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. [Abu Al Ahwash] meriwayatkannya dari [Syabib bin Gharqadah].[Tirmidzi]

Prinsip Kepemimpinan yang Adil dalam Rumah Tangga

  1. Keadilan dalam Pengambilan Keputusan: Seorang suami harus membuat keputusan yang adil dan bijaksana, mempertimbangkan kepentingan dan perasaan semua anggota keluarga, termasuk istri. Keputusan harus diambil setelah diskusi dan musyawarah, sehingga semua pihak merasa dihargai dan diperhatikan.
  2. Tidak Menyalahgunakan Kekuasaan: Kepemimpinan bukanlah alasan untuk menyalahgunakan kekuasaan. Suami tidak boleh menggunakan posisinya untuk menekan, memaksa, atau menindas istri. Sebaliknya, suami harus menunjukkan kepemimpinan dengan memberi contoh yang baik, menegakkan prinsip-prinsip keadilan, dan menjaga hak-hak istri.
  3. Perlindungan dan Dukungan: Sebagai pemimpin, suami harus menjadi pelindung dan penolong bagi istri. Ini termasuk mendukung istri dalam hal emosional, spiritual, dan finansial. Suami harus memastikan bahwa istri merasa aman, dicintai, dan dihargai dalam rumah tangga.
  4. Berbicara dengan Lembut dan Sopan: Komunikasi yang baik adalah kunci dalam kepemimpinan yang adil. Suami harus berbicara dengan lembut, sopan, dan penuh rasa hormat kepada istri, terutama ketika menyampaikan nasihat atau mengatasi masalah. Hindari bahasa kasar atau tindakan yang dapat menyakiti hati istri.
  5. Memberikan Contoh yang Baik: Seorang suami harus menjadi teladan dalam berakhlak mulia dan menjalankan kewajiban agama. Dengan memberi contoh yang baik, suami dapat mendorong istri untuk mengikuti nilai-nilai Islam dan menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran agama.
  6. Menghormati Hak dan Kewajiban: Suami harus menyadari bahwa hak-hak istri harus dihormati dan kewajiban harus dilaksanakan dengan baik. Ini termasuk memenuhi kebutuhan materi, emosional, dan spiritual istri serta memastikan hak-haknya terpenuhi.
  7. Menerima Kritik dengan Lapang Dada: Seorang pemimpin yang baik harus mampu menerima kritik dan masukan dengan lapang dada. Suami harus terbuka terhadap umpan balik dari istri dan siap untuk memperbaiki diri jika diperlukan, demi kebaikan bersama.

Menjadi pemimpin dalam rumah tangga menurut Islam bukanlah tentang kekuasaan semata, tetapi tentang menjalankan peran dengan keadilan, kasih sayang, dan tanggung jawab. Suami harus memastikan bahwa kepemimpinannya membawa kebaikan bagi semua anggota keluarga dan menciptakan lingkungan rumah tangga yang harmonis dan penuh kasih. Dengan mengikuti teladan Rasulullah ﷺ dan menerapkan prinsip-prinsip adil dalam kepemimpinan, suami dapat membangun rumah tangga yang diridhai oleh Allah SWT dan penuh berkah.

 4. Mengajarkan dan Membimbing Istri

Suami juga memiliki kewajiban untuk membimbing istrinya dalam agama. Ini mencakup mengajarkan nilai-nilai Islam, membantu istrinya memahami ajaran Islam, dan mendorongnya untuk melakukan ibadah. Suami harus menjadi teladan yang baik dalam praktik keagamaan dan moral.


Allah SWT berfirman dalam surat At-Tahrim ayat 6:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan". (QS. At-Tahrim: 6)

 5. Memberikan Perlindungan dan Keamanan

Seorang suami berkewajiban untuk melindungi istri dan keluarganya dari bahaya, baik fisik maupun spiritual. Ini termasuk melindungi keluarganya dari pengaruh negatif yang dapat merusak keimanan dan moralitas mereka.

 6. Membangun Komunikasi yang Baik

Kunci dari rumah tangga yang harmonis adalah komunikasi yang baik antara suami dan istri. Suami harus mendengarkan keluhan dan pendapat istrinya, serta berusaha untuk memahami perasaannya. Komunikasi yang baik akan membantu menghindari kesalahpahaman dan konflik dalam rumah tangga.

 7. Memenuhi Hak-Hak Istri

Islam memberikan hak-hak yang jelas bagi istri, dan suami berkewajiban untuk memenuhi hak-hak tersebut. Ini termasuk hak untuk mendapatkan perhatian, kasih sayang, dan dukungan dari suaminya. Suami juga harus menghormati hak-hak istrinya dalam hal keuangan, properti, dan privasi.

Kewajiban suami dalam Islam bukanlah tugas yang ringan, tetapi merupakan amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Seorang suami yang mampu melaksanakan kewajibannya dengan baik akan menciptakan rumah tangga yang harmonis, penuh berkah, dan diridhoi oleh Allah SWT. Dengan mengikuti ajaran Islam dan meneladani contoh Rasulullah ﷺ, suami dapat menjadi pemimpin yang baik dan menciptakan kehidupan keluarga yang bahagia.

Posting Komentar

0 Komentar