RANGKUMAN MATERI PAI XII BAB 9 IJTIHAD

 

Tadarus Al Qur'an

Q.S. an-Nahl/16: 38

وَأَقْسَمُوا۟ بِٱللَّهِ جَهْدَ أَيْمَٰنِهِمْ ۙ لَا يَبْعَثُ ٱللَّهُ مَن يَمُوتُ ۚ بَلَىٰ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Artinya: Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh: "Allah tidak akan akan membangkitkan orang yang mati". (Tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan membangkitnya), sebagai suatu janji yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui,

Q.S. an-Nur/24: 53

 وَأَقْسَمُوا۟ بِٱللَّهِ جَهْدَ أَيْمَٰنِهِمْ لَئِنْ أَمَرْتَهُمْ لَيَخْرُجُنَّ ۖ قُل لَّا تُقْسِمُوا۟ ۖ طَاعَةٌ مَّعْرُوفَةٌ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ

Artinya: Dan mereka bersumpah dengan nama Allah sekuat-kuat sumpah, jika kamu suruh mereka berperang, pastilah mereka akan pergi. Katakanlah: "Janganlah kamu bersumpah, (karena ketaatan yang diminta ialah) ketaatan yang sudah dikenal. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Q.S. Fathir/35: 42

وَأَقْسَمُوا۟ بِٱللَّهِ جَهْدَ أَيْمَٰنِهِمْ لَئِن جَآءَهُمْ نَذِيرٌ لَّيَكُونُنَّ أَهْدَىٰ مِنْ إِحْدَى ٱلْأُمَمِ ۖ فَلَمَّا جَآءَهُمْ نَذِيرٌ مَّا زَادَهُمْ إِلَّا نُفُورًا

Artinya: Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sekuat-kuat sumpah; sesungguhnya jika datang kepada mereka seorang pemberi peringatan, niscaya mereka akan lebih mendapat petunjuk dari salah satu umat-umat (yang lain). Tatkala datang kepada mereka pemberi peringatan, maka kedatangannya itu tidak menambah kepada mereka, kecuali jauhnya mereka dari (kebenaran),

Pengertian Ijtihad

  1. Pengertian Ijtihad secara bahasa adalah bersungguh-sungguh dalam mencurahkan segala pikiran untuk menetapkan suatu hokum dan dalam praktiknya dimanfaatkan untuk sesuatu yang sulit dan memberatkan. Oleh karena itu, tidak disebut ijtihad apabila tidak ada unsur kesulitan di dalam suatu pekerjaan sehingga secara terminologis, berijtihad berarti mencurahkan segenap kemampuan untuk mencari syariat melalui metode tertentu.
  2. Pengertian Ijtihad secara Istilah seperti yang disapaikan oleh Imam Al-Ghozali, mendefinisikan ijtihad itu ialah usaha sungguhsungguh dari seorang mujtahid dalam rangka mengetahui/ menetapkan tentang hukum-hukum syari’ah. Ijtihad adalah suatu alat untuk menggali hukum Islam dan hukum Islam yang dihasilkan dengan jalan ijtihad statusnya adalah zanni. Zann artinya pengertian yang berat kepada benar, dengan arti kata mengandung kemungkinan salah. Ushul fiqh mendefinisikan ijtihad dengan: Artinya: “Pencurahan kemampuan secara maksimal yang dilakukan oleh faqih (mujtahid) untuk mendapatkan zann (dugaan kuat) tentang hukum syar’i”

Kedudukan Ijtihad di dalam Islam

Kedudukan Ijtihad Setiap muslim pada dasarnya diharuskan untuk berijtihad dalam semua bidang hukum syari’ah, asalkan dia sudah memenuhi syarat dan kretiria seseorang mujtahid. Masalah-masalah yang menjadi lapangan Ijtihad adalah masalah-masalah yang bersifat zhanny, yakni hal-hal yang belum jelas dalilnya baik dalam Al-Qur’an maupun al-Hadis. Para ulama’ membagi hukum melakukan ijtihad menjadi tiga bagian yaitu: 
  1. Wajib ‘ain, bagi orang yang diminta fatwa hukum mengenai suatu peristiwa yang terjadi dan dia khawatir peristiwa itu akan lenyap tanpa ada kepastian hukumnya atau ia sendiri mengalami suatu peristiwa dan ia ingin mengetahui hukumnya.
  2. Wajib kifayah, bagi orang yang diminta fatwa hukum yang dikhawatirkan lenyap peristiwa itu sedangkan selain dia masih terdapat para mujtahid lainya. Maka apabila kesempatan mujtahid itu tidak ada yang melakukan ijtihad, maka semua berdosa tetapi bila ada seorang dan mereka memberikan fatwa hukum, maka gugurlah tuntutan ijtihad atas diri mereka. 
  3. Sunnah, apabila melakukan ijtihad mengenai masalah-masalah yang belum atau tidak terjadi.
Pentingnya upaya ijtihad tercermin melalui tiga hukum yang telah menggambarkan urgensi ijtihad dalam dinamika hukum Islam. Ijtihad tidak hanya menjadi sarana untuk memperbarui hukum Islam, tetapi juga sebagai koreksi terhadap kesalahan dan kekeliruan dari ijtihad sebelumnya. Lebih jauh, ijtihad merupakan usaha pembaruan yang belum pernah dijelajahi oleh ulama terdahulu, sementara masalah yang sudah diijtihadi pada masa lalu tidak memerlukan pembaruan.

Sabda Nabi Muhammad Saw., "Sesungguhnya Allah mengutus pada umat ini di setiap akhir seratus tahun seseorang yang memperbarui agamanya," menekankan pentingnya pembaruan dalam agama. Meskipun hasil ijtihad baru tidak selalu mengubah status ijtihad yang lama, dan terdapat kemungkinan hasil ijtihad yang baru sama dengan yang lama, ijtihad tetap menjadi bagian yang integral dalam kontinuitas hukum Islam. Kaidah faqhiyah "al-ijtihadu ia yanqudlu bi al-ijtihadi" menegaskan bahwa ijtihad tidak dapat dibatalkan oleh ijtihad lainnya.

Fungsi Ijtihad 

  1. Fungsi al-Ruju’ (kembali), mengembalikan ajaran-ajaran Islam kepada Al-Qur’an dan Sunnah dari segala interpretasi yang mungkin kurang relevan. 
  2. Fungsi al-Ihyl (kehidupan), menghidupkan kembali bagian-bagian dari nilai dan semangat Islam agar mampu menjawab tantangan zaman. 
  3. Fungsi al-Inabah (pembenahan), membenahi ajaran-ajaran Islam yang telah diijtihad oleh ulama’ terdahulu dan dimungkinkan adanya kesalahan menurut konteks zaman dan kondisi yang dihadapi. 
Begitu pentingnya melakukan ijtihad, sehingga Jumhur Ulama’menunjukkan ijtihad menjadi hujah dalam menetapkan hukum berdasarkan Firman Allah surat an-Nisa’: 59 : 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Syarat-syarat Mujtahid 

Orang yang melakukan ijtihad disebut dengan mujtahid dan tidak semua orang bisa melakukan ijtihad akan tetapi harus memenuhi beberapa sarat. Muhammad Musa mengelompokkan syarat-syarat mujtahid menjadi empat kelompok yaitu: 

1. Syarat-syarat umum, diantaranya: 

  • Baliqh 
  • Berakal 
  • Sehat jasmani dan rohani 
  • Kuat daya nalarnya 
  • Bener-bener beriman 

2) Syarat-syarat pokok, diantaranya: 

  • Memahami tentang Al-Qur’an. 
  • Mengerti tentang sunah. 
  • Mengetahui ilmu Dirayah Hadis. 
  • Mengetahui Hadis yang nasikh dan mansukh. 
  • Mengetahui maksud-maksud hukum. 
3) Syarat-syarat penting, diantaranya: 

  • Menguasai bahasa Arab. 
  • Mengetahui Asbabun Nuzul.
  • Mengetahui Ushul Fiqh. 
  • Mengenal manusia dan kehidupan sekitarnya. 
4) Syarat-syarat pelengkap, diantaranya: 

  • Mengetahui Asbabul Wurud Hadis. Syarat ini sama dengan seorang Mujtahid yang seharusnya menguasai Asbabun Nuzul, yakni mengetahui setiap kondisi, situasi, lokasi, serta tempat Hadis tersebut ada. 
  • Mengetahui hal-hal yang di-ijmakkan dan yang di-ikhtilafkan. Bagi seorang mujtahid, harus mengetahui hukum-hukum yang telah disepakati oleh para ulama, sehingga tidak terjerumus memberi fatwa yang bertentangan dengan hasil ijma’. Sebagaimana ia harus mengetahui nash-nash dalil guna menghindari fatwa yang berseberangan dengan nash tersebut. 
  • Bersifat adil dan taqwa. Hal ini bertujuan agar produk hukum yang telah diformulasikan oleh Mujtahid benar-benar proporsional karena memiliki sifat adil, jauh dari kepentingan politik dalam istinbath hukumnya.

Masalah-masalah Ijtihadiyah

Tidak semua masalah hukum bisa diijtihadkan tetapi ada wilayah-wilayah tertentu yang menjadi obyek dari ijtihad. Adapun hal-hal yang tidak boleh diijtihadkan antara lain:
  1. Masalah qath'iyah: hukumnya sudah pasti dengan dalil kuat (ayat, hadis, akal). Contoh: wajib shalat, puasa, zakat, haji.
  2. Masalah berlawanan dengan nash: hasil ijtihad bertentangan dengan ayat atau hadis.
  3. Masalah-masalah yang telah diijmakkan oleh ulama’ mujtahidin dari suatu masa, demikian pula lapangan hukum yang bersifat ta’abbudi atau ghairu ma’qulil makna (akal manusia tak akan mampu mencapainya) dimana kualitas illat hukumnya tidak dapat dicerna dan diketahui oleh akal mujtahid
Masalah yang dapat diijtihadkan adalah masalah dzanniyah, yaitu masalah-masalah yang hukumnya belum jelas dalil nashnya.
Masalah dzanniyah terbagi menjadi dua macam:
  1. Aspek amaliyah yang dzanni, yaitu masalah yang belum ditentukan kabar dan kriterianya dalam nash. Contoh: batas-batas menyusui yang dapat menimbulkan mahram, sebagian berpendapat sekali susuan, dan yang 3 kali bahkan yang 10 kali susuan dan lain-lain. 
  2. Pembagian tersebut dapat disimpulkan bahwa wilayah ijtihad hanya sebatas pada masalah yang hukumnya ditunjukkan oleh dalil dzanni, kemudian dikenal dengan istilah masalah fiqih dan masalah hukumnya sama sekali tidak disinggung oleh Al-Qur’an, Sunnah maupun Ijma’. Hal ini merupakan masalah baru dan hukum baru. Dengan demikian apabila ijtihad ini bertentangan dengan nash maka ijtihad itu batal, karena tidak bole ijtihad bertentanga nash.
Berikut adalah contoh masalah-masalah yang dapat diijtihadkan:
  1. Hukum jual beli barang yang belum ada
  2. Hukum zakat profesi
  3. Hukum aborsi
  4. Hukum transplantasi organ
Ijtihad merupakan hal yang penting dalam Islam, karena dapat menjadi solusi bagi masalah-masalah baru yang muncul di masyarakat.

Penyebab Terjadinya Perbedaan Ijtihad

Ijtihad adalah usaha untuk menggali hukum-hukum Islam dari sumber-sumbernya yang asli, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah. Ijtihad dilakukan oleh para mujtahid, yaitu orang-orang yang memenuhi syarat-syarat untuk berijtihad.
Perbedaan ijtihad dapat terjadi karena berbagai faktor, antara lain:
1. Perbedaan dalam memahami nash
Nash adalah sumber hukum Islam yang pertama. Ijtihad dilakukan dengan cara memahami nash secara mendalam dan menyeluruh. Perbedaan dalam memahami nash dapat terjadi karena beberapa faktor, antara lain:
  • Perbedaan dalam memahami makna kata-kata dan istilah yang terdapat dalam nash.
  • Perbedaan dalam memahami konteks nash.
  • Perbedaan dalam memahami maksud dan tujuan nash.
2. Perbedaan dalam menyusun metode ijtihad
Ijtihad juga dilakukan dengan cara menyusun metode ijtihad yang tepat. Perbedaan dalam menyusun metode ijtihad dapat terjadi karena beberapa faktor, antara lain:
  • Perbedaan dalam memahami kaidah-kaidah ijtihad.
  • Perbedaan dalam pengalaman dan pengetahuan mujtahid.
  • Perbedaan dalam latar belakang sosio-kultural dan geografis mujtahid.
3. Perbedaan dalam memahami ilat hukum
Ilat hukum adalah alasan atau dasar hukum suatu ketentuan hukum. Perbedaan dalam memahami ilat hukum dapat terjadi karena beberapa faktor, antara lain:
  • Perbedaan dalam memahami tujuan syariat Islam.
  • Perbedaan dalam memahami realitas kehidupan masyarakat.
  • Perbedaan dalam pandangan hidup mujtahid.
Perbedaan ijtihad merupakan hal yang wajar dalam Islam. Perbedaan ijtihad dapat menjadi rahmat bagi umat Islam, karena dapat memberikan alternatif solusi bagi masalah-masalah yang dihadapi oleh umat Islam. Namun, perbedaan ijtihad juga harus disikapi dengan bijak dan saling menghormati.

Bentuk-bentuk Ijtihad

Ijtihad adalah usaha untuk menggali hukum-hukum Islam dari sumber-sumbernya yang asli, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah. Ijtihad dilakukan oleh para mujtahid, yaitu orang-orang yang memenuhi syarat-syarat untuk berijtihad.
Bentuk-bentuk ijtihad yang diakui oleh para ulama adalah sebagai berikut:

  1. Ijma' adalah kesepakatan para mujtahid tentang hukum syara' dari suatu peristiwa setelah Rasulullah wafat. Ijma' merupakan bentuk ijtihad yang tertinggi, karena merupakan kesepakatan dari para ulama yang memiliki kapasitas dan keahlian yang tinggi dalam bidang ilmu agama.
  2. Qiyas adalah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara membandingkan dengan suatu kejadian yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan illat/sifat diantara kejadian atau peristiwa itu.
  3. Maslahah Mursalah adalah suatu kemaslahatan dimana syar'i tidak mensyariatkan suatu hukum untuk merealisir kemaslahatan itu dan tidak ada dalil yang menunjukkan atas pengakuannya atau pembatalanya. Maslahah mursalah merupakan bentuk ijtihad yang digunakan untuk mengatasi masalah-masalah baru yang muncul di masyarakat.
  4. Urf' menurut bahasa berarti kebiasaan. Sedangkan menurut istilah, urf' adalah sesuatu yang telah dikenal orang banyak dan menjadi tradisi mereka dan tentunya tradisi disini adalah kebiasaan yang tidak dilarang. Urf' merupakan bentuk ijtihad yang digunakan untuk menetapkan hukum suatu peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dan tidak ada persamaan illat dengan peristiwa yang telah ada hukumnya.
Ijtihad merupakan hal yang penting dalam Islam, karena dapat menjadi solusi bagi masalah-masalah baru yang muncul di masyarakat. Ijtihad juga dapat menjadi sarana untuk mengembangkan pemikiran dan pemahaman umat Islam terhadap agamanya.

Posting Komentar

0 Komentar